PERJUANGAN SEKARANG

PERJUANGAN SEKARANG!

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Begitulah ikrar sumpah pemuda yang pertama kali di bacakan pada kongres pemuda ke II 28

Oktober 1928 untuk berdirinya Negara Republik Indonesia.

*

Era saat ini sudah berbeda mengenai perjuangan, dimana dulu perjuangan melawan penjajahan untuk kemerdekaan. Namun sekarang sudah tidak lagi, sebab sekarang adalah perjuangan melawan bangsa kita sendiri. Maka sebagai putra dan putri indonesia, saya ingin mengatakan;

“Tak mengapa jika tidak ada perayaan sumpah pemuda, kawan. Sebab era saat ini, perjuangan

sebenarnya adalah kesadaran diri bagaimana membangun Negara Indonesia ke jendela kemerdekaan pendidikan yakni; berfikir, kreatif, inovatif. Juga membangun persatuan dan kesatuan dalam perbedaan suku, ras dan bahasa. Melawan yang ingin menghancurkan, melawan berbagai kelicikan, penghianatan dan kerakusan mereka yang tidak sadar untuk memerdekakan sesama. Serta mewujutkan Indonesia yang damai dan nyaman.” Setiap 28 Oktober adalah hari mengenang kembali ikrar tersebut. Tidak mengapa jika tidak ada perayaan, cukup kau tanamkan dalam hati dan hargai bagaimana kemerdekaan di perjuangkan oleh mereka terdahulu. Jangan jadi orang yang melawan bangsa kita sendiri. Sebab pemusnaan kepada bangsa kita sendiri adalah sebuah bentuk penjajahan yang paling licik. Bangsa kita adalah bangsa yang memiliki nilai-nilai pancasila. Mempersatukan yang berbeda, serta pemimpin yang harus bersikap adil kepada rakyatnya. Memperjuangkan keadilan dan berbagi ilmu adalah sebuah bentuk cinta yang benar-benar tulus. Kemerdekaan sekarang harus di perjuangkan dengan memiliki kemampuan berfikir dan berbagi. Mari sama-sama membangun tujuan yang sama, yakni kenyamanan sesama dan memperkokoh pendidikan dengan kreatifitasmu. Berbagi untuk sesama dalam dunia pendidikan. Seperti yang di katakana Plato, pendidikan adalah sesuatu yang dapat membantu perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnaan. Dalam hal ini, pendidikan adalah instrumen untuk mengubah jati diri, kepribadian, kecerdasan, ketakwaan dan secara formal pendidikan di laksanakan sejak usia dini hingga ke perguruan tinggi, agar dapat mengembangkan potensi-potensi diri, berakhlak, keagamaan untuk tercapainya masa depan sebagai mana anggota masyarakat dan warga negara.

***

Berbicara mengenai pendidikan, semua manusia membutuhkan pendidikan, sebab pendidikan adalah sesuatu yang sangat di perlukan untuk mengubah atau membentuk menusia dalam berbagai aspek. Seperti yang di kemukakan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses, cara dan pembuatan mendidik. Pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia untuk kemajuan negara di era globalisai ini. Maka manusia harus mempersiapkan diri menyongsong era tersebut, yakni mempersiapkan diri melalui proses pendidikan agar menambah sumber daya manusia (sdm) yang lebih baik. Serta melestarikan sistem nilai yang berkembang secara formal. Sebagaimana dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yaitu pendidikan adalah usaha sadar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat , bangsa dan negara. Juga dalam UU No. 20 tahun 1989 yang mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyampaikan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi perannya di masa yang akan datang. 

Dari penjelasan di atas maka dapat kita katakan bahwa pendidikan adalah usaha merubah segalanya baik dari dalam diri kita, lingkungan masyarakat dan bangsa negara ini. Era globalisasi saat ini menuntut manusia untuk berperan aktif dalam kemajuan demi melestarikan sistem nilai yang semakin hari semakin berkembang dalam kehidupan kita. Perilaku dan sikap adalah hal yang harus di perhatikan secara serius. Mengingat dengan adanya media cetak dan elektronik tidak selalu membawa dampak positif yang sangat besar bagi peserta didik, maka tugas pendidik yaitu mengkondisikan peserta didik pada sikap perilaku dan kepribadian, agar membantu peserta didik untuk dapat bermoral, bertakwa, bertanggung jawab dan bersosialitas. Kemajuan media cetak dan elektronik tersebut sudah merasuk hampir ke seluruh aspek kehidupan, baik dalam sosial, ekonomi,, politik, budaya dan hukum. Maka kualitas pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia (sdm) memang harus benar-benar di perhatikan agar membiasakan peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan hidup, dalam hal ini mengenai diri sendiri dan berfikir rasional dalam sosial dan akademik. 

Manusia harus mampu menempatkan dirinya dari segi pendidikan agar terhindar dari ketidaktahuan. Karena sebuah pendidikan mampu memberi pengetahuan yang sangat luas dan memberi pandangan yang baik bagi kehidupan, dalam hal ini juga mampu memberi pencerahan kepada siapapun dan membantu kemajuan bangsa. Sebab untuk keamanan bangsa akan ada di tangan manusia yang berpendidikan. Secara pandangan manusia yang berpendidikan dapat kita bedakan dari berbagai aspek yakni cara bersikap, berfikir dan bertutur kata. Pendidikan dalam hal ini bukan hanya di sekolah, tetapi dalam lingkup keluarga dan lingkungan. Dalam lingkup keluarga terutama orang tua harus mampu mengajarkan anak bersikap sopan santun terhadap orang lain, menghormati sesama dan hal yang berkaitan dengan kebaikan yang di mulai sejak kecil. Peran lingkungan juga sangat penting bagi anak agar dapat memberi gambaran tentang bagaimana hidup bermasyarakat.

Namun tidak lepas juga dari pengawasan orang tua tentang pergaulan anak.

FD0CD734-4977-488B-85FC-57FEC0ECB83A - zidan muhammad syifa

Pola Pendidikan Multikultural Menggunakan “Culture and Tradition”

Indonesiamerupakan negara yang terkenal dengan anega budaya, karakter, suku, etnik baik daerah perkotaan hingga pelosok negeri. Maka dari Indonesia dikenal dengan masyarakat yang plural. Terkadang dengan banyak sekali keanekaragaman yang ada menjadikan negara ini terancam perpecahan, yang disebabkan oleh banyak factor. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran atas keberagaman yang ada. Gesekan-gesekan yang berbau sara terus terjadi karena kurangnya kesadaran budaya masyarakatnya. . Maka dari itu pelajaran seni budaya dan bahasa muatan local dapat menjadi media sebagai pembelajaran bagi anak didik. Pembelajaran multicultural yang dikaji dan dikemas dengan benar akan dapat diterima oleh anak-anak, dengan harapan dapat menimbulkan generasi baru yang tinggi atas keberagaman. Dianggap penting pembelajaran multicultural ini sebab anak didik merupakan bagian dari mayarakat itu sendiri. Tentunnya guru menjadi tokoh utama dalam hal ini. Guru dianggap mampu memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Namun guru juga dirasa kurang optimal pasalnya latar belakang guru itu sendiri bukan pada bidang yang tepat. Ditambah lagi dengan kurikulum yang kian modern. Untuk daerah tertinggal seperti daerah 3T maka akan sangat sulit menyeimbanginya. Maka dari itu perlu adanya sosok guru dengan latar belakang yang tepat, mampu mededikasikan kepada masyarat, serta menjadi pengajar yang mengikuti perkembangan minimal mengetahui kebijakan pemerintah yang ada.

Suatu hal yang sulit bila mana guru itu sendiri tidak cakap dalam berbahasa daerah, atau tidak pandai dalam berbudaya. Pada budaya sendiri tidak akan pernah dilakukan. Akibat yang lebih parah yaitu semakin ditinggalkannya pengetahuan dan pengalaman tradisi oleh generasi penerus yang akan berakibat pula hilangnya seni tradisi di bumi Nusantara ini di masa-masa mendatang karena generasi penerusnya sudah tidak mengenal dan tidak menyukainya lagi. Harus ada dorongan dari pemerintah untuk menjalankan laju politik pendidikan yang lebih jelas dan terarah yang memihak pada kepentingan keutuhan bangsa dengan menyadari bahwa negeri ini bersifat plural yang terdiri dari banyak seni budaya. Keanekaragaman materi pelajaran yang berakhar pada seni budaya setempat/tradisi bukanlah suatu ancaman. Sebaliknya, keanekaragaman adalah saripati dari keindonesiaan dan kemerdekaan. 

Penyeragaman bukanlah politik yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan seni di Indonesia karena pada dasarnya semboyan bangsa adalah Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Ada pelangi di sudut sana

Ada Pelangi di Sudut Sana

Oleh : Faramuthya Syifaussyauqiyya

Mahasiswi Philosophy and Theology Al-Azhar University Cairo

Seberapa pun kamu merasa sesak karena kesulitan dan hambatan, percayalah akan ada pelangi di sudut sana yang menunggu untuk ditemukan. 

Pelangi yang sama ketika kamu bahagia. 

Pelangi yang tetap ada ketika kamu bersedih. 

Pelangi itu selalu ada, menunggu untuk ditemukan meski harus menempuh terjal. 

Maka, berjalanlah dengan membawa kepercayaan penuh. Berlarilah dengan menanggung beban yang paling membahagiakan. Berhentilah dengan kerelaan yang luar biasa. Lalu mulailah kembali dengan kesediaan hati yang terbalut sempurna oleh kedamaian.

Akan ada hujan di depan sana. Bukan tidak mungkin akan terjadi badai yang besar pula suatu saat nanti. Lalu batu besar yang kau takutkan itu, barangkali memang ada. 

Hidup ini tidak dipenuhi janji manis, namun kau bisa memilih menjalaninya dengan hati yang cantik.

 Hati yang tidak pernah berhenti percaya. 

Hati yang selalu bisa membahagiakan banyak orang.

Hati yang selalu berpihak pada kelembutan. 

Hati seperti ini ada hanya jika kau percaya bahwa ada pelangi di sudut sana, menunggu untuk ditemukan.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

FD0CD734-4977-488B-85FC-57FEC0ECB83A - zidan muhammad syifa

Guruku adalah Pahlawanku

Oleh : Diurnal

Sempurna…

Mengagumkan…

Istimewa…

Untuknya yang melawan pada kebodohan

Air matanya yang menampilkan kebahagiaan

Tangis haru kini tak di terima sebagai beban

Sibuk Kesana kemari bagaikan bulan tak berawan

 

Gadis lentik yg ku panggil malaikat tanpa kritik

Tak cantik namun membuat semua orang tertarik

Tak sempurna namun membuat semua orang berguna

 

Hey….

Pahlawan yang ku anggap cinta…

Keluh kesahnya tak dianggap sebagai rasa

Yang dia tau hidupnya takan mati sia-sia

Beban yang biasa di pikul kini telah berhasil kau rangkul…

Pilu yang biasa kau tangisi kini telah kau ubah menjadi motivasi…

Segalanya yang kau takutkan kini telah brubah menjadi yang kau

banggakan…

 

Selangkah pun kau tak ragu untuk melangkah maju

Kau tak takut dan tak menjadi lugu

 

Kini Cita citamu sebagai guru Tak hanya hidup dalam imajinasimu

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

e013e245a948585abdea71ebcaadc177

Katanya “Perempuan Ga Perlu Berpendidikan Tinggi?” Bener Ga Sih?!!

Oleh : Nur Hidayah

Kalian pernah ga sih mendengar pernyataan seperti “ngapain sih cewe harus berpendidikan tinggi, toh ujung-ujungnya nanti di dapur juga”. Mungkin dari kalian pernah mendengar atau bahkan mengalami sendiri hal tersebut. Sebelum lanjut aku ingin cerita (maap nih cerita mulu), beberapa waktu yang lalu aku membaca salah satu buku om piring penulis buku best seller Filosofi Teras yang judulnya The Alpha Girl’s Guide, aku mikirnya pasti bagus nih bukunya karena bercermin sama buku Filosofi Teras yang udah aku baca yang sangat amat recommended (kalian harus baca !) Tapi hey, aku bener-bener ga expect bukunya bakal sebagus bagus itu. Baru beberapa halaman aja yang aku baca udah banyak perspektif baru yang aku dapat. Kalian harus baca buku ini juga, biar ga cuma aku sendiri yang merasa bukunya sebagus itu hahaha. Setelah baca buku ini aku pun ingin berbagi sama kalian tentang salah satu bab yang di bahas dalam buku ini. Sebenarnya banyak yang dibahas dalam buku ini tetapi aku ingin fokus dulu nih tentang perpektif dalam buku tersebut mengenai pernyataan yang di awal kita singgung tadi. Mungkin next aku bakal bahas juga bab-bab yang lain.

 

Berkaitan dengan pernyataan bahwa perempuan itu ga perlu berpendidikan tinggi karena ujung-ujungnya bakal di dapur juga, itu bener ga sih? Hmm jawabannya bisa iya bisa ga. Setuju karena emang bener perempuan bakal di dapur tetapi ga setuju kalau ga perlu berpendidikan dengan alasan bakal ke dapur. Ini sebenarnya paradigma yang harusnya udah ga laku lagi mengingat saat ini masyarakat sudah modern tetapi, ternyata masih ada saja yang memiliki pemikiran seperti itu. Kenapa hanya laki-laki yang boleh berpendidikan tinggi atau menjadi cerdas. Padahal harusnya ga ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu. Kita ga lagi hidup seperti zaman dahulu. Kita sebagai perempuan juga berhak untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya atas dasar apapun, ga peduli latar belakang, ras, agama, dan suku kita. Kita bebas untuk menjadi seorang perempuan yang cerdas. Dan bayangkan jika misalkan kita menjadi seorang ibu tanpa punya ilmu atau pengetahuan apapun, anak kita akan belajar sama siapa? Padahal kita tau bahwa ibu adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Seorang anak akan belajar banyak hal dari ibunya, tetapi bagaimana jika kita tidak tau apa-apa, apa yang akan kita ajarkan. Dan karakter seperti apa yang akan terbentuk pada anak kita, yang notabenenya ibu yang ga tau apa-apa. Kalian bisa membayangkan betapa menyedihkannya jika hal itu terjadi. Dan itu hanya salah satu contoh jika kita sebagai perempuan tidak meraih pendidikan. Kita yang akan dirugikan. Berbeda jika kita menjadi perempuan yang cerdas, berpendidikan, dan mandiri. Hal itu akan sangat membantu kita di masa depan. Misalnya karena kita berpendidikan tinggi maka akses untuk mendapatkan pekerjaan lebih luas maka kita ga perlu khawatir soal financial kita jika misalkan suatu saat ada masalah pada rumah tangga kita, maka kita punya alternatif, jadi kita ga hanya bersandar pada pasangan kita. Sebab hidup ini ga ada yang pasti, kita ga tau besok-besok akan seperti apa. Kemudian kita bisa membantu pasangan kita  yang sedang ada masalah dengan pekerjaannya, maka kita tidak akan menjadi beban tetapi justru akan membantu dan menjadi solusi bagi pasangan kita. Lalu kemudian anak kita mungkin akan merasa bangga punya sosok ibu yang berpendidikan dan cerdas. Dan lagi-lagi ini hanya beberapa contoh dari sekian banyak contoh lainnya. Maka apa kalian yakin masih mau setuju dengan pernyataan “cewe ga harus berpendidikan tinggi, toh ujung-ujungnya nanti di dapur juga” ?? aku pikir kalian bisa menyimpulkannya sendiri.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

42

Membangun Impian Anak Pedalaman di Cinangka, Banten.

Oleh : Minaha Nisatul Kholis

Hai sahabat Dedikasi dimanapun berada.

Semoga dalam keadaan sehat juga tetap mendedikasi ya…

Perkenalkan, saya Minaha, ya. Terbilang cukup aktif mengikuti berbagai kegiatan sosial. Saya biasa disapa Mina, kini aktif menjadi relawan di beberapa komunitas maupun lembaga sosial kemanusiaan terkhusus di Dedikasi Untuk Negeri. Bagi saya menjadi relawan memiliki kepuasan tersendiri. Pengalaman menjadi relawan pengajar muda, tepatnya di Desa Cinangka, Serang-Banten.

Saat itu, bersama rekan lainnya berusaha untuk membagi pengalaman sekaligus memotivasi adik-adik di Banten untuk terus semangat belajar dan melanjutkan sekolahnya.

Saya dan rekan Dedikasi lainnya sangat antusias untuk memajukan pendidikan di Indonesia khusunya di pelosok penjuru negeri. Termasuk saat menempuh perjalanan ke Banten, faktanya masih banyak sekali anak-anak yang masih kurang dalam segi pendidikan.

Selama proses belajar mengajar. Mulai dari perkenalan, belajar, games bersama hingga penyampaian kesan dan pesan bersama adik-adik di pelosok Banten itu menjadi hal yang sangat berharga pun jarang dirasakan langsung oleh kebanyakan orang. Saya bersyukur sekali bisa berjumpa dengan adik-adik di Banten. Ada momen yang sangat membekas hingga detik ini. Yakni ketika berlangsungnya proses adaptasi dan motivasi terkait cita-cita adik-adik di Banten.

Terucap kalimat ” Ka, aku ingin menjadi Hafidzah. Ka, aku pengen jadi ustadzah. Ka, aku pengeng jadi polisi ” dan masih banyak lagi cita-cita yang begitu mulia terucap dari adik-adik penuh sorak semangat.

Namun tidak dapat dipungkiri, keadaan yang masih tertinggal diantara mereka dengan anak-anak di kota nan jauh sana, membuat mereka sulit untuk menggapai apa yang mereka cita-citakan.

Terlihat jelas, mulai dari akses jalan yang tidak memadai, tenaga pengajar yang kurang, motivasi anak dan orang tua kurang, sebab kemiskinan juga pendidikan tidak merata hingga pelosok negeri membuat mereka pasrah dengan meadaan yang terjadi.

Mendengar semangat mereka ketika mengucap beragam cita-cita yang mulia membuat saya terhenti sejenak saat memotivasi adik-adik. Terlintas dalam hati berkata “seharusnya saya lebih bersyukur atas nikmat yang selama ini  dirasakan, di luar sana masih banyak sekali adik-adik yang membutuhkan uluran tangan perihal ketertinggalan edukasi”.

Aksi relawan mengajar ini, tentu bukan hanya untuk memajukan Indonesia saja, melainkan juga membagikan manfaat kebaikan ke semua orang terkhusus adik-adik di pelosok penjuru negeri.

Menurut saya, pendidikan adalah kunci dari senjata yang paling ampuh untuk memberantas segala-galanya. Salah satunya adalah kemiskinan. Saya meyakini bahwa pendidikan masih belum tersentralisasi di pulau Jawa dan belum tersebar secara merata. Wawasan saya pun makin terbuka akan pentingnya rasa perduli dan peka terhadap kondisi sekitar terkhusus di pelosok negeri.

Mengajar di pedalaman memberikan pengalaman yang sangat berharga untuk saya. Bersyukur dan toleransi salah satunya.

Memajukan pendidikan di Indonesia merupakan hal sangat penting, seperti halnya Dedikasi Untuk Negeri yang hadir dan terus bergerilya memajukan pendidikan di Indonesia. Dengan memajukan pendidikan, sama saja dengan memperbaiki SDM (Sumber Daya Manusia) di negara kita.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

Malam di Pedalaman Maluku Tengah

Malam di Pedalaman Maluku Tengah

Oleh : Ahmad Sulthan Aulia

Maluku, Maret 2021

Malam seperti biasa, lampu mati sudah dua malam ini. Tidak ada harapan pasti dari PLN kapan ia akan menyalah. Terkadang menyala sebentar, lalu mati untuk waktu yg lama.

Keadaan ini sudah dialami warga bertahun”, bahkan mereka merasakan seminggu tanpa listrik kala itu!

Tak terbayang, 2021 masih ada mereka yg tidak menikmati listrik dengan sempurna. Mungkin ini masih menjadi PR bagi pemerintah untuk meratakan pasokan listrik ke pelosok negeri. Toh, rumah-rumah mereka tidak membutuhkan daya listrik yang kuat, bahkan hanya sekedar menerangi rumah mereka kala senja mulai terbenam. 

Barangkali daya listrik satu gedung pencakar langit di kota, bisa untuk mencukupi aliran listrik puluhan masyarakat di desa-desa. Namun, ini lagi-lagi masih kurang mendapat perhatian. 

Senyap, sunyi, tak ada suara kendaraan berlalu lalang,  hanya suara angin sepoy dan suara binatang malam yg menghiasi lingkungan pedalaman saat kelam. Tidak ada yang istimewa, kecuali  saat kita menatap ke langit ada jutaan bintang terhampar di atap kampung Yaputih, Maluku Tengah.

Listrik di kampung ini menyala bergiliran, saat kebagian malam listrik desa tidak menyala, rutinitas saya kala itu pergi ke dapur, bikin kopi khas Maluku, lalu ke luar rumah gelar tikar sambil melihat kemerlapnya langit.

Kita dikota, selalu dimanjakan dengan kerlap kerlip lampu setiap malam.

Sedang mereka yg di pedalaman, kala malam hanya berkawan dengan kerlap kerlip cahaya alam. Remang bulan, dan kadang ada  segerombolan kunang-kunang. Ga kalah indah ko dengan gemerlap cahaya lampu di gedung-gedung Ibukota. 

Maluku, Maret 2021

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

Manusia Seorang Pejalan

Manusia Seorang Pejalan

Oleh : Fakhri Danial

Manusia hanyalah seorang pejalan yang terus melakukan perjalanan dalam kehidupannya. Sebagian besar manusia menyukai sebuah perjalanan, tapi menurut saya pada hakikatnya semua manusia selama hidupnya tak henti melakukan perjalanan. Dalam sejarah peradaban manusia, perjalanan tak pernah lekang dalam setiap momentum di dalamnya. Konon katanya, dahulu manusia hidup dengan berpindah pindah atau nomaden, yang artinya melakukan sebuah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan hunian baru baginya. Lalu, dalam sejarah umat islam pun ada sebuah perjalanan yang agung yang akan selalu dikenang dan dipetik hikmahnya bagi setiap muslim dalam pahatan sejarah islam, yaitu sebuah perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dari masjidil haram ke masjidil aqsa untuk melakukan napak tilas dan kemudian di lanjutkan dengan sebuah perjalanan menembus batas menuju sidratul muntaha yang biasa dikenal dengan peristiwa isra mi’raj.

 

Kita hanya seorang pejalan yang terus melakukan perjalanan. Kita selalu berjalan dari titik kesalahan menuju kebenaran. Kita selalu berjalan dari titik yang lemah menuju titik yang kuat. Kita selalu berjalan dari titik rindu yang satu menuju rindu lainnya. Kita selalu berjalan dari titik temu yang satu menuju titik temu yang lainnya. Kita selalu berjalan dari rasa tahu yang satu menuju rasa tahu yang lainnya. Kita selalu berjalan dari kebenaran yang satu menuju kebenaran yang lainnya. Kita selalu berjalan dari perjalanan yang satu menuju perjalanan lainnya. Dalam merindu, apakah kita pernah berhenti berjalan? bukankah rindu hanya sebuah perjalanan tanpa henti dari rindu kemudian menemukan temu, lalu berjalan lagi dengan rindu yang baru lalu bertemu kembali lalu berjalan dengan rindu yang baru lagi?. Dalam beragama, kita selalu berjalan menuju rahmatNya, yang kita anggap benar belum tentu suatu kebenaran, dan juga belum tentu merupakan sebuah kesalahan. Yang kita anggap benar bisa jadi adalah sebuah kesalahan yang akan kita temukan kebenarannya dalam perjalanan yang kita tempuh selanjutnya. Dan bisa juga merupakan sebuah kebenaran yang akan kita sempurnakan dengan kebenaran yang kita temukan dalam perjalanan kita berikutnya. Karena menurut seorang pakar puncak rasa ingin tahu kita adalah rasa ketidak tahuan kita. Yang membuat jawaban dari rasa ingin tahu kita akan menjadi sebuah pertanyaan baru yang kemudian jawabannya akan menjadi pertanyaan baru kembali tanpa ada putusnya. Pada akhirnya kita hanyalah seorang pejalan yang terus berjalan untuk menggali intisari intisari kehidupan. Semangat para pejalan.

 

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

20905768_113264846063875_7742267773308370944_n

Surat Dari Anak Pedalaman

Oleh : Ahmad Sulthan Aulia

” Semakin maju seseorang, maka minat untuk menelisik ke pedalaman semakin berkurang “

 

ungkapan itu mungkin berlaku bagi sebagian orang yang enggan melirik kampung halaman atau tinggal di pedalaman. Mengingat banyak masyarakat pedesaan sekarang ini yang melakukan urbanisasi entah untuk kebutuhan dinas, mencari kerja, mengembangkan bakat, memajukan bisnis secara mandiri atau untuk sekedar mencoba mengadu nasib di kota dengan tanpa mempersiapkan bekal dan bakat.

Padahal, dari pedesaan lah Negara bisa memenuhi kehidupan pangan warganya.

Padahal, dari kampung lah orang-orang yang mempertahankan Nasionalisme di perbatasan Negara. Tapi mengapa, kita sebagai orang kota enggan menghampiri mereka atau hanya sekedar  mendengarkan keluh kesah anak-anak pedalaman yang sedang dalam masa pendidikan pun kita enggan.

Cobalah menengok mereka yang berada di perkampungan, kan kita kecil dahulu di besarkan di kampung dengan udara yang minim dari polusi.

Cobalah mendengar keluhan dan saran mereka yang berada di pedesaan,biarkan mereka bercerita tentang indahnya Indonesia di wilayah mereka, kita akan bangga dengan hal kecil itu.

Cobalah memeluk anak-anak pedalaman, mereka akan memberi kita energi positif sebab kita berikan mereka juga dengan penuh kehangatan.

Karena anak-anak di pedalaman minat belajar nya sangat tinggi. namun tak dapat di pungkiri beberapa dari mereka masih buta aksara, sehingga di manfaatkan oleh segelintir orang untuk membodohi anak-anak, masyarakat untuk merampas hak pendidikan dan ekonomi setempat. bahkan di pedalaman Sekadau, Kalimantan Barat, saking anak-anaknya mempunyai minat baca yang tinggi mereka sering berkata kepada para pengajar disana

” Pak, adakah buku baru yang bisa kami baca? “


 Padahal desa mereka listrik belum masuk, kala senja menghilang gelap gulita perkampungan itu, hanya cahaya api petromak yang memberikan cahaya.  Padahal desa mereka listrik belum masuk, kala senja menghilang gelap gulita perkampungan itu, hanya cahaya api petromak yang memberikan cahaya.  Tugas kita sebagai putera puteri bangsa harus ikut berandil untuk memberikan anak-anak dan masyarakat pedalaman edukasi dan social direction.

 Kita memberi, maka mereka akan berikan uluran tangan persaudaraan. 

Tangerang, 28 Mei 2020


Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

117173994_613033999651090_6035673221874084444_n

Pendidikan Memberi Makna

Apakah ada yang pernah bertanya bagaimana tatanan kehidupan bergerak? Sebagian besar dari kita mungkin memilih untuk memfokuskan diri dalam menjalani kehidupan tanpa terlalu ingin memikirkan hal tersebut. Langkah ini merupakan hal yang cukup positif khususnya dalam mempercepat hal tertentu yang kita tuju. Akan tetapi, tidak pernah salah untuk selalu memperluas pengetahuan khususnya akan hal ini (pergerakan tatanan kehidupan). Banyaknya pengetahuan berbanding lurus dengan opsi karir masa depan berikut solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Kehidupan adalah rangkaian proses adaptasi (penyesuaian diri) terhadap kondisi lingkungan sekitarnya (Darwin, 1859). Barangsiapa yang tidak mampu beradaptasi maka memiliki kemungkinan bertahan hidup yang kecil dan (mungkin) akan punah di kemudian hari. Dengan demikian, teori evolusi akan menghadirkan mahluk superior dengan kemampuan beradaptasi tinggi melalui reproduksi dengan pasangan yang sehat dan kecukupan makanan berikut sebaliknya dengan mahluk inferior. Hal ini memungkinkan satu spesies untuk memiliki keturunan abadi dan kepunahan pada spesies lainnya. Relevansinya dewasa ini terkait orang-orang yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya punya lebih banyak kesempatan untuk mempertahankan sekaligus membahagiakan hidupnya dibandingkan yang tidak punya khususnya semasa pandemi.

Setelah 6 bulan berperang melawan virus corona yang tak kunjung usai, sudah banyak korban berguguran baik itu kematian tenaga kesehatan, para pegawai yang di-PHK, pemotongan kompensasi tenaga kerja, rendahnya intensitas orderan online driver,tutupnya berbagai UMKM, dan hilangnya pendapatan dari berbagai jenis pekerjaan. Masyarakat yang menduduki kelas ekonomi menengah atas (kaum superior) juga tak lepas dari pengaruh covid-19 terhadap perekonomian mereka. Bedanya, mereka menanggung rasa sakit yang lebih ringan dibandingkan dengan para korban tersebut (kaum inferior). Entah sampai kapan setiap golongan masyarakat terutama menegah-bawah akan bertahan dan beradaptasi pada situasi ini. Bukan salah siapapun terkait masyarakat untuk menempati berbagai piramida sosial-ekonomi.

Pada dasarnya, perbedaan telah ada semenjak kita terlahir di dunia ini; Kita tidak bisa memilih bagaimana kita terlahir tetapi punya pilihan bagaimana kita mati nanti (Murakami, 1984). Anak yang terlahir dengan kelas ekonomi yang lebih tinggi akan punya lebih banyak keuntungan dibanding dengan kelas di bawahnya. Sebagaimana perbedaan pola asuh, penyertaan asupan gizi, pemberian pola pikir, dan berbagai fasilitas semakin meningkatkan kesenjangan antar kelas sosial-ekonomi. Akan tetapi, terdapat suatu hal yang dapat memperkecil jarak antar mereka yang tak lain adalah pendidikan. Pendidikan berperan sebagai sarana pembelajaran dan komunikasi bagi suatu individu. Pemenuhan kebutuhan kita akan pengetahuan sama pentingnya dengan pangan yang mana orang butuh makan untuk menyambung tali hidupnya demikian pula pengetahuan untuk menyambung tali pekerjaan dan pada akhirnya membeli makanan itu sendiri.

Dengan demikian, pendidikan dapat memberi harapan dan makna bagi keseluruhan individu. Pengetahuan yang diperoleh darinya memberikan definisi baru pada hidup suatu insan manusia dengan berbagai wawasan berikut dengan pilihan karirnya pada masa mendatang. Pengetahuan juga menjadi “senjata” untuk seseorang dalam mempertahankan hidup sekaligus memberi dampak pada insan yang berharga nan dicintai. Terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan Indonesia secara menyeluruh, pendidikan tetap merupakan suatu aset yang harus selalu diinvestasikan oleh kita semua.

Oleh karena itu, Dedikasi Untuk Negeri hadir untuk meningkatkan kualitas pendidikan beserta perolehannya bagi seluruh warga negara Indonesia melalui berbagai program sosial dan pendidikan hingga pelosok desa.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!