FD0CD734-4977-488B-85FC-57FEC0ECB83A - zidan muhammad syifa

Pola Pendidikan Multikultural Menggunakan “Culture and Tradition”

Indonesiamerupakan negara yang terkenal dengan anega budaya, karakter, suku, etnik baik daerah perkotaan hingga pelosok negeri. Maka dari Indonesia dikenal dengan masyarakat yang plural. Terkadang dengan banyak sekali keanekaragaman yang ada menjadikan negara ini terancam perpecahan, yang disebabkan oleh banyak factor. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran atas keberagaman yang ada. Gesekan-gesekan yang berbau sara terus terjadi karena kurangnya kesadaran budaya masyarakatnya. . Maka dari itu pelajaran seni budaya dan bahasa muatan local dapat menjadi media sebagai pembelajaran bagi anak didik. Pembelajaran multicultural yang dikaji dan dikemas dengan benar akan dapat diterima oleh anak-anak, dengan harapan dapat menimbulkan generasi baru yang tinggi atas keberagaman. Dianggap penting pembelajaran multicultural ini sebab anak didik merupakan bagian dari mayarakat itu sendiri. Tentunnya guru menjadi tokoh utama dalam hal ini. Guru dianggap mampu memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Namun guru juga dirasa kurang optimal pasalnya latar belakang guru itu sendiri bukan pada bidang yang tepat. Ditambah lagi dengan kurikulum yang kian modern. Untuk daerah tertinggal seperti daerah 3T maka akan sangat sulit menyeimbanginya. Maka dari itu perlu adanya sosok guru dengan latar belakang yang tepat, mampu mededikasikan kepada masyarat, serta menjadi pengajar yang mengikuti perkembangan minimal mengetahui kebijakan pemerintah yang ada.

Suatu hal yang sulit bila mana guru itu sendiri tidak cakap dalam berbahasa daerah, atau tidak pandai dalam berbudaya. Pada budaya sendiri tidak akan pernah dilakukan. Akibat yang lebih parah yaitu semakin ditinggalkannya pengetahuan dan pengalaman tradisi oleh generasi penerus yang akan berakibat pula hilangnya seni tradisi di bumi Nusantara ini di masa-masa mendatang karena generasi penerusnya sudah tidak mengenal dan tidak menyukainya lagi. Harus ada dorongan dari pemerintah untuk menjalankan laju politik pendidikan yang lebih jelas dan terarah yang memihak pada kepentingan keutuhan bangsa dengan menyadari bahwa negeri ini bersifat plural yang terdiri dari banyak seni budaya. Keanekaragaman materi pelajaran yang berakhar pada seni budaya setempat/tradisi bukanlah suatu ancaman. Sebaliknya, keanekaragaman adalah saripati dari keindonesiaan dan kemerdekaan. 

Penyeragaman bukanlah politik yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan seni di Indonesia karena pada dasarnya semboyan bangsa adalah Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

FD0CD734-4977-488B-85FC-57FEC0ECB83A - zidan muhammad syifa

Guruku adalah Pahlawanku

Oleh : Diurnal

Sempurna…

Mengagumkan…

Istimewa…

Untuknya yang melawan pada kebodohan

Air matanya yang menampilkan kebahagiaan

Tangis haru kini tak di terima sebagai beban

Sibuk Kesana kemari bagaikan bulan tak berawan

 

Gadis lentik yg ku panggil malaikat tanpa kritik

Tak cantik namun membuat semua orang tertarik

Tak sempurna namun membuat semua orang berguna

 

Hey….

Pahlawan yang ku anggap cinta…

Keluh kesahnya tak dianggap sebagai rasa

Yang dia tau hidupnya takan mati sia-sia

Beban yang biasa di pikul kini telah berhasil kau rangkul…

Pilu yang biasa kau tangisi kini telah kau ubah menjadi motivasi…

Segalanya yang kau takutkan kini telah brubah menjadi yang kau

banggakan…

 

Selangkah pun kau tak ragu untuk melangkah maju

Kau tak takut dan tak menjadi lugu

 

Kini Cita citamu sebagai guru Tak hanya hidup dalam imajinasimu

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!

e013e245a948585abdea71ebcaadc177

Katanya “Perempuan Ga Perlu Berpendidikan Tinggi?” Bener Ga Sih?!!

Oleh : Nur Hidayah

Kalian pernah ga sih mendengar pernyataan seperti “ngapain sih cewe harus berpendidikan tinggi, toh ujung-ujungnya nanti di dapur juga”. Mungkin dari kalian pernah mendengar atau bahkan mengalami sendiri hal tersebut. Sebelum lanjut aku ingin cerita (maap nih cerita mulu), beberapa waktu yang lalu aku membaca salah satu buku om piring penulis buku best seller Filosofi Teras yang judulnya The Alpha Girl’s Guide, aku mikirnya pasti bagus nih bukunya karena bercermin sama buku Filosofi Teras yang udah aku baca yang sangat amat recommended (kalian harus baca !) Tapi hey, aku bener-bener ga expect bukunya bakal sebagus bagus itu. Baru beberapa halaman aja yang aku baca udah banyak perspektif baru yang aku dapat. Kalian harus baca buku ini juga, biar ga cuma aku sendiri yang merasa bukunya sebagus itu hahaha. Setelah baca buku ini aku pun ingin berbagi sama kalian tentang salah satu bab yang di bahas dalam buku ini. Sebenarnya banyak yang dibahas dalam buku ini tetapi aku ingin fokus dulu nih tentang perpektif dalam buku tersebut mengenai pernyataan yang di awal kita singgung tadi. Mungkin next aku bakal bahas juga bab-bab yang lain.

 

Berkaitan dengan pernyataan bahwa perempuan itu ga perlu berpendidikan tinggi karena ujung-ujungnya bakal di dapur juga, itu bener ga sih? Hmm jawabannya bisa iya bisa ga. Setuju karena emang bener perempuan bakal di dapur tetapi ga setuju kalau ga perlu berpendidikan dengan alasan bakal ke dapur. Ini sebenarnya paradigma yang harusnya udah ga laku lagi mengingat saat ini masyarakat sudah modern tetapi, ternyata masih ada saja yang memiliki pemikiran seperti itu. Kenapa hanya laki-laki yang boleh berpendidikan tinggi atau menjadi cerdas. Padahal harusnya ga ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu. Kita ga lagi hidup seperti zaman dahulu. Kita sebagai perempuan juga berhak untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya atas dasar apapun, ga peduli latar belakang, ras, agama, dan suku kita. Kita bebas untuk menjadi seorang perempuan yang cerdas. Dan bayangkan jika misalkan kita menjadi seorang ibu tanpa punya ilmu atau pengetahuan apapun, anak kita akan belajar sama siapa? Padahal kita tau bahwa ibu adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Seorang anak akan belajar banyak hal dari ibunya, tetapi bagaimana jika kita tidak tau apa-apa, apa yang akan kita ajarkan. Dan karakter seperti apa yang akan terbentuk pada anak kita, yang notabenenya ibu yang ga tau apa-apa. Kalian bisa membayangkan betapa menyedihkannya jika hal itu terjadi. Dan itu hanya salah satu contoh jika kita sebagai perempuan tidak meraih pendidikan. Kita yang akan dirugikan. Berbeda jika kita menjadi perempuan yang cerdas, berpendidikan, dan mandiri. Hal itu akan sangat membantu kita di masa depan. Misalnya karena kita berpendidikan tinggi maka akses untuk mendapatkan pekerjaan lebih luas maka kita ga perlu khawatir soal financial kita jika misalkan suatu saat ada masalah pada rumah tangga kita, maka kita punya alternatif, jadi kita ga hanya bersandar pada pasangan kita. Sebab hidup ini ga ada yang pasti, kita ga tau besok-besok akan seperti apa. Kemudian kita bisa membantu pasangan kita  yang sedang ada masalah dengan pekerjaannya, maka kita tidak akan menjadi beban tetapi justru akan membantu dan menjadi solusi bagi pasangan kita. Lalu kemudian anak kita mungkin akan merasa bangga punya sosok ibu yang berpendidikan dan cerdas. Dan lagi-lagi ini hanya beberapa contoh dari sekian banyak contoh lainnya. Maka apa kalian yakin masih mau setuju dengan pernyataan “cewe ga harus berpendidikan tinggi, toh ujung-ujungnya nanti di dapur juga” ?? aku pikir kalian bisa menyimpulkannya sendiri.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Kamu juga ingin karya nya ada disini? Yuk daftar segera!